Di Bawah Hujan Kami Menari by Aurora XII.IPA.1
Ini cerita tentang kita. Identitas kelas kita. Mau itu
membawa ceria atau malah sebaliknya. Kurang lebih tiga bulan kita menyulamnya.
Semoga selalu dapat dikenang hingga masa renta.
Sebuah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis
khatulistiwa dan berada diantara benua Asia dan Australia serta antara samudra
Pasifik dan samudra Hindia. Negara kepulauan terbesar di dunia. Beranekaragam
pula yang ada di dalamnya. Mulai dari suku, bangsa, bahasa, sampai kebudayaan
yang tak akan habis massanya walau mulai terkikis oleh garangnya arus
modernisasi. Indonesia tetaplah bhineka tunggal ika.
Sebelum aku mengukir kisah ini dalam corak pena, atas
nama kelas XII IPA 1 mengucapkan terima kasih teruntuk Guru Seni tercinta Bapak
Saiful Falah. Terima kasih telah memberi umpan sehingga kami dapat memancing
bakat rahasia dan menuainya pada hari H.
Hari senin, jam pelajaran ke 3-4 guru seni berdiskusi
tentang pertunjukan tahunan yang diadakan oleh kelas 12 Smaga. Pagelaran seni
namanya. Pagelaran ini diadakan untuk mengisi nilai ujian praktek. Tidak bisa
disepelekan, harus serius mau menampilkan apa ? macam kesenian yang bagaimana ?
blablabla. Waktu itu kami masih gamblang, tanpa ide. Berulang-ulang video kakak
kelas diputar saat pelajaran. Tak satupun yang memberikan sebuah inspirasi.
Belum lagi dari pihak guru seni sendiri lepas kendali, sudah melepaskan
tanggung jawab untuk kami sekelas. Beliau hanya akan mensuport, menyediakan
kontak pelatih yang bisa dihubungi, menanyakan perkembangan latian lalu melihat
hasil di hari H dan menilai kami.
Dari awal sudah terbayang betapa ribetnya kelas 12
ini. Kadang aku mengeluh, kenapa harus pas kelas 12 ? kelas 12 sudah terlalu
terbebani dengan Ujian Nasional, belum lagi persiapan semester 5 untuk bekal
seleksi SNMPTN. Belum lagi setelah UTS foto buku tahunan. Belum lagi ulangan
harian atau tugas yang lainnya. Waktu untuk belajar dan waktu untuk
beristirahat terkadang jadwalnya tidak sinkron. Susah seimbang. Belum lagi
jadwal les. Itu sudah membuatku puyeng. Bisakah waktu di skip sampai namaku
terpampang di salah satu data mahasiswi sebuah universitas negeri ? Pikirku
waktu itu.
Kami mulai berdiskusi. Mau menampilkan apa ? kebetulan
tahun ini temanya beda dari tahun sebelumnya. Dari panitia mengangkat tema
akulturasi dua kebudayaan yang berbeda, satu dari dalam dan satunya lagi
mancanegara. Mulai dari pemilihan koordinator kelas. Voting satu kelas dengan
menunjuk dua kandidat yaitu Bima dan Sandra. “Setuju ???” “Ya..” satu kelas
kompak menjawab seperti itu. Kemudian pengurus yang lainnya, aku terpilih
menjadi bendahara. Bima dan sandra, mereka pembicaran dalam diskusi ini. Kami
akan membahas tema. Pikirku buntu, begitu juga yang lain waktu itu pikiranku
terpecaah ke dalam agenda foto buku tahunan kelas. Kebetulan aku menjadi
panitian buku tahunan juga. Aku masih mencari tema foto untuk kelas yang
simple, tidak membutuhkan biaya banyak, satu kelas sepakat. Belum lagi aku
dipasrahi uang tabungan untuk dana pagelarang yang setiap harinya harus menagih
anak-anak setor Rp 2000,- / hari. Awal mulai menabung aku giat untuk menagih
tiap-tiap komponen kelas Ipa 1. Masalah dana pagelaran mengalir lancar.
Bagaimana dengan tema ? belum ketemu.
Dirumah aku sembari mencari-cari informasi tentang
pagelaran yang berkaitan dengan akulturasi budaya. Search google, mencari video
di youtube. Belum juga ada gambaran. Hari berikutnya, kami sering mencuri waktu
pada saat jam kosong untuk membahas konsep pagelaran. Yang menjadi patokan kita
harus menentukan terlebih dahulu budaya negara mana yang ingin kita angkat,
kita padukan dengan budaya Indonesia. Ada yang usul Negara Afrika, Amerika,
Mexsico, Jepang, Spanyol, Australia, Belanda dll. Yang Indonesia pada usul
Papua, Kalimantan, Jawa barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dll. Sandra mengusulkan
idenya. Intinya akulturasi negara Indonesia dengan negara Barat, dalam hal yang
mengarah pada globalisasi, bagaimana dengan cara bangsa Indonesia memfilter
udaya-budaya asing dari luar. Hingga akhirnya akan terbentuk akulturasi. Kurang
lebih seperti itu penjelasannya. Seperti biasa satu kelas voting. Seperti biasa
juga semuanya idem dengan usul Sandra. Maklum kelasku ini orang-orangnya pasif.
Kami memutuskan untuk membuat kolaborasi antara tarian jawa dengan tarian
modern. Tarian modern disini mengacu pada kebudayaan hiphop dari Amerika. Ide
ini terinspirasi dari film Step Up Revolution. Konsep belum begitu matang, kami
dengan ringan pikiran mengkhayal dengan bebas. Kami mulai mencari pelatih.
Mulai dari pelatih gamelan, pelatih tari jawa, pelatih hiphop semuanya
sendiri-sendiri. Oh ya ketinggalan, pagelaran kami juga ada seni drama jadi
kami membetuk crew tersendiri untuk menjadi lakon sandiwara.
Setiap hari minggu kami adakan pertemuan rutin untuk
membahas pagelaran seni ini. Jadi, kami semua berada di sekolah setiap hari.
Membosankan. Di kelasku ada peraturan, dimana yang telat harus lari
mengelilingi lapangan basket, berapa kali putarannya tergantung berapa menit
telatnya dari jam yang telah ditentukan. Fiuh. Dan yang paling sering telat
yaitu aku. Dari awal aku memang sedikit tidak bersemngat dengan pagelaran ini.
Terbesit konfik batin dengan teman sekelas, tak perlu disebutkan ataupun
diceritakan panjang lebar, toh juga tidak begitu penting. Aku orangnya
sekalinya mood sudah dirusak, selanjutnya bakalan males melakuka apapun itu.
Mungkin aku sendiri yang kurang berinteraksi atau beradaptasi dengan sekelas,
atau memang tidak ada chemistry antara aku dengan sekelas. Aku benci situasi
saat itu. Karena tak satupun ide yang dapat aku usulkan. Interaksi kamipun
kurang greget, kelas kebanyakan pendiam.
Setiap hari, berkoar ke satu anak ke yang lainnya
sudah menjadi kebiasaanku. Apalagi kalau bukan menagih uang tabungan pagelaran.
Yang susah itu anak cowok, mesti kebanyakan alasan ini itu. Setiap anak pun
sudah paham kalau aku menghampiri itu tandanya aku menagih uang. Bisa dibilang
untuk saat itu profesiku hampir mirip dengan debcolector. Penagih yang kejam.
Wkwkwk. Tapi itu semua kan demi kepentingan kelas. Lanjut lagi buat pembahasan
konsep yang tak kunjung menemukan jalan keluar. Inti akulturasinya udah dapet,
buat ngembanginnya yang susah. Belum lagi, sebagian anak ada yang belum paham
dengan gimana sih nanti pagelarannya ? What the..... langsung ke pemilihan
kelompok, dari gamelan ada 13 anak sekalian sama sinden dan dalang, penari jawa
ada 6 anak, hiphop ada 6 anak, sisanya ikut ke crew drama. Awalnya pada milih
aku buat jadi sinden, tapi aku nggak mau, suaraku juga nggak terlalu bagus,
takut malu-maluin nantinya. Kalau mau masuk ke tim gamelan, males buat ngapalin
not angkanya, terus juga kalau gamelan Cuma duduk ditempat sambil main musik,
takutnya bosen. Kalau gamelan juga harus fokus, aku orangnya suka ngelamun
sendiri. Terus hiphop, aku nggak bisa buat ngedance tempo cepat gitu, nggak
terlalu suka juga sama gerakan. Akhirnya di tari jawa.
Gamelan dilatih oleh Bapak Darsono, tari jawa dilatih
oleh Ibu Nani, hiphop dilatih Mas Tio. Buat crew drama sementara harus bikin
konsep sekalian sam dialog antar tokohnya. Kenapa kelas kita milih drama ?
soalnya kita merasa sudah sangat terbiasa untuk hal semacam drama. Sudah
profesional mungkin. Sudah dilatih dengan tugas drama yang ada di kelas 11
dulu. Sudah banyak asam garam tentang drama. Wkwkwk. Untuk gamelan latihan setiap
hari sabtu di SMA Masehi. Tari jawa setiap
hari kamis di sekolah. Hiphop setiap hari senin atau sabtu di sekolah.
Untuk naskah drama kami bahu-membahu, mengerjakan semuanya bersama-sama. Setiap
hari minggu kumpul buat bahas naskah. Nggak setiap hari juga, kadang kalau
senin ada ulangan harian minggunya libur buat belajar. Kadang juga kalau masih
pada sibuk sama urusan sendiri-sendiri libur juga. Kadang juga waktu pas
ngebahas naskah, naskahnya dianggurin jajannya yang dihabisin.
Hari pertama latihan. Buat penari jawa kita diajarin
tari ngangsu. Gerakannya simple, ngapalinnya juga nggak terlalu susah. Itu kata
Bu Nani. Tanpa pemanasan, langsung ke grakan pertama. Gileee, gue kaku banget.
Beda jauh sama gerakannya Sandra, Fitri sama Nurul. Temponya lambat, bikin aku
ngantuk. Jadi penari jawa itu intinya harus telaten, harus sabar juga. Setiap
latihan, Bu Nani kita kasih Rp 50.000,- kalau buat konsumsi memakai uang
kalangan sendiri tanpa ikut campur uang tabungan pagelaran. Nela yang sering
beliin minuman buat Bu Nani. Kita latihan di sekolah bermodalkan pinjam tape
Pak Mar. Musik nyala, kita mulai menari dengan lunglainya. Wkwkwk. Kesan
latihan dihari pertama yaitu capek, sehari kemudian badan pada pegel-pegel
semua.
Pernah aku nggak ikut latihan dengan alasan yang
sepele. Kita latihan kadang nggak terlalu rutin. Misalnya sebulan hari kamis
nggak selalu latihan, paling yang efektif buat latihan 2kali kadang 3kali. Jadi
tergantung gitu sama anak-anaknya. Nggak
ada jadwal khusus. Kadang juga kita latihan di hari lain. Waktu itu hari
kamis mau pada latihan, tapi aku males gitu, terus bilang aja sama yang lain
kalo aku lagi males buat latihan, capek juga ntar ujung-ujungnya harus absen
les. Alhasil latihannya dganti hari jumat sepulang sekolah sekitar jam 1. Pulang
sekolah aku pulang dulu, mau ishoma terus ke sekolah lagi. Aku ketiduran gitu,
bangun udah jam setengah 2, dirumah Cuma seorang diri, Bapak lagi ada urusan
dikantor. Yaudah aku sms ke Sandra kalau aku nggak bisa latihan hari ini, tapi
ngak ada balesan. Yasudahlah aku lanjutin tidur lagi. Besoknya di sekolah aku
tanyain ke para penari jawa, kemarin pada latihan nggak, eh ternyata mereka
jadi latihan, yang nggak ikut latihan Cuma aku doang. Jadi nggak enak sendiri.
Dan mereka latihan tanpa pelatih, soalnya nggak pada bawa duit buat bayar
pelatih. Jadi merasa bersalah. Pernah juga, hari kamis kita mau pada latihan
jam setengah 3, tapi aku ada tambahan di les, aku keluar bentar, pinjam
motornya Tyas, otw ke GO. Blablabla. Aku balik ke skolah buat latihan sekitar
jam 3. Pas masuk ke ruang 5, muka anak-anaknya pada serem-serem. Mereka mungkin
marah tapi akunya tetep nggak peka. Hehehe. Jujur ya mukanya kalau lagi pada
marah pada lucu-lucu kalo di inget-inget bawaannya ngakak. Mulut pada manyun
semua, mata lirikannya tajam, hidung mbas-mbis ngirup oksigen sama ngeluarin
karbondioksida. Hahahaha. Dengan pede aku langsung ikut latihan.
Waktu UTS, kita vacum
buat latihan. Cuma gamelan yang masih latihan rutin setiap hari sabtu.
Dari pihak tari jawa udah selesai semua gerakannya, tinggal ngapalin, latihan
pemantapan. Buat hiphop juga udah fix gerakannya, tinggal latihan pemantapan.
Buat gamelan juga buat lagu-lagu udah diajarin semua tinggal ngapalin not
angkanya. Buat crew drama ? naskahnya masih terombang-ambing dengan
ketidakjelasan cerita di dalamnya. Mulai dari perkenalan, antiklimaks, klimaks
sampai kliimaks belum tertata dengan rapi. Belum lagi ada maslah tentang
akuluturasinya nanti gimana ? bingung klimaks. Properti juga belum dipikir,
tabungan makin hari makin banyak yang nunggak, kostum apalagi. Pagelaran makin
dekat. What should we do ? kumpul lalu bahas bareng. Orang yang bisa dimintain
tolong buat masalah properti sekalian drama yaitu Pak Trinil, orang seni
berkantorkan do GOR Jetayu. Langsung aku samperin aja. Dari awal mau pagelaran
juga aku udah mikir buat minta bantuan Pak Trinil, sempat juga tanya-tanya
tentang pelatih. Tapi temen udah dapet peltih duluan yaudah nggak jadi pake
pelatih usulan Pak Trinil.
Aku datang ke Gor, cerita semuanya tentang masalah
pagelaran kelas. Baiknya bagaimana ? masukan dari Pak Tri, kalau mau akulturasi
lebih greget mengangkat 3 kebudayaan. Misalnya aja, Indonesia, Amerika terus
ditambah lagi Cina. Apa bisa ? kita aja belum pernah latihan satu paket komplit
dari awal sampai akhir. Buat drama juga belum matang persiapan, belum harus
nyiapin masalah properti. Kalau mau ada penambahan konsep apakah anak-anak
sekelas mau ? hari itu juga semua pelatih dari gamelan, tari jawa, hiphop harus
dikumpulin jadi satu terus rembukan perihal akulturasi. Sebenarnya yang
akulturasi sudah dibahas sama pelatih jawa dan hiphop, hasilnya waktu
akulturasi kita pakai musik dengan judul jogja undercover. Nggak tau kenapa
akunya kurang srek aja. Tapi mau gimana lagi, waktu juga udah mepet banget,
bentar lagi semesteran nggak mungkin buat latihan, terus Bu Nani juga udah
ngarang gerakan, okelah kalo gitu pake lagu jogja undercover. Latian terakhir
sebelum semesteran.
Pagelaran itu menuai banyak konflik nantinya. Yang
sudah-sudah, respon dari orang tua. Orang tua udah nanyain, pagelaran itu buat
apa ? masih pentingan pelajran sekolah kan ? pagelaran itu Cuma bikin capek.
Iyasih bener, tapi mau gimana lagi, mau nggak mau ya harus dijalani, toh juga
itu buat nilai ujian praktek. Masalah properti, naskah yang mash gamblang,
kostum dibahas setelah semesteran. Jujur semenjak ada tabungan pagelaran maslah
uang bulananku jadi keteteran, jadi umbrus sendiri pengeluarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu berguna bagiku......