Noyontaan menurut artinya adalah tanah yang tinggi (gumuk dj.). Asal mulanya dimulai dari tahun 1613 – 1645 Kerajaan Mataram yang menjabat Raja adalah Raja Sultan Agung Hanyakrakusumo telah mempunyai kekuasaan didaerah – daerah Bupati Pasisiran. Karena didaerah – daerah masih terdapat bajak Laut atau Perompak – perompak ganas. Ki Baurekso salah satu senopati prajurit Mataram diperintah untuk menumpas
perompak – perom pak seakar – akarnya. Hal itu dimulai perlawanan pasukan prajurit Mataram dengan perompak dibawah pimpinan Raja Tunjung Maya. Raja Tunjung Raya yang sakti dan kuat anggotanya mempunyai kekuasaan didaerah pantai Batang sampai wilayah Desa Wonotunggal (Kab. Batang). Ia disebut juga Raja Drubeksa atau dikenal dengan Uling Kuning. Raja Drubeksa memiliki ilmu – ilmu yang tinggi.
Konon karena ulah adiknya bernama Drubeksawati yang cinta terhadap Senopati Ki Baurekso, maka kelemahan kakaknya diceritakannya. Kunci mati atau hidup kakaknya ialah pada sebilah Pedang Suwedang. Karena sangat cinta sekali Drubeksawati tersebut., maka dicuri pedang pusaka kakaknya pada suatu malam dan langsung diberikan kepada Ki Baurekso. Pada saat itu Drubeksawati mengajak Ki Baurekso melihat garis pertahanan kubu – kubu yang berada sepanjang pantai Batang sampai Wonotunggal.
Tatkala Raja Perompak Drubekso itu mengadakan pesta pora, sambil minum arak dengan anggota pasukannya, Raja Drubekso lupa kalau dirinya telah mabok. Tanpa perlawanan yang berarti maka prajurit Mataram dibawah Senopati Ki Baureksa dapat menumpas mereka. Perompak – perompak yang masih hidup, mereka berpencar lari menuju kearah barat.
Daerah Pekalongan pada waktu itu berupa hutan yang tertutup. Disekitarnya masih tumbuh pohon – pohon bakau masih banyak rawa yang belum pernah dihuni manusia. Menurut cerita, bahwa Raja Drubekso dapat ditangkap dan Raja itu dipenggal lehernya dan meninggal. Tempat pemenggalan kepala Raja Drubekso, sekaramng desa itu disebut Gunung Tugel berada seputar Kecamatan Warungasem dan Kecamatan Bandar Kabupaten Batang.
Perompak yang lari terpencar itu, terus diikuti prajurit Mataram. Kadang – kadang terjadi perlawanan sengit, semuanya pandai memainkan pedang, tombak, dan panah. Sekali – kali terdengar dentuman suara senapan lantak. Tidak kurang kedua belah pihak banyak yang gugur dimedan pertarungan. Mereka kuat, saling mempertaruhkan nyawa. Sebagian juga melarikan cari keselamatan diri. Namun ereka terus dikejar oleh pasukan dari Mataram sampai habis.
Ketika pertempuran sengit disalah satu tanah yang tinggi (gumuk dj.) disalah satu dukuh /hutan di Noyontaan, maka Senopati Ki Baurekso berkata kepada para prajurit Mataram, bahwa kelak bila sudah aman dan tentram, apabila menjadi desa akan menjadi Desa Noyontaan. Halitu mengingatkan ketika Senopati Baurekso melihat perlawanananatra prajurit Mataram dan para perompak banyak yang mati. Desa Noyontaan Berarti “Ulat mati” dj.
Selanjutnya dengan perkembangan zaman maka jadilah sebuah Desa Noyontaan. Desa Noyontaan terdiri dari tujuh pedukuhan masing – masing dukuh Sipelem, Cokrah, Pambaan, Regiman, Mipitan, Karang Guga, Kemrisen, dan dukuh Noyontaan. Pada akhirnya menjadi Desa Noyontaan dipimpin oleh Lurah pertama ialah Bapak Oesman sedang Cariknya dipegang oleh Bapak Noyojoyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu berguna bagiku......