Di sini aku
akan sedikit berbagi cerita tentang pagelaran. All about pagelaran J.
by Nurul Hidayah
Pertama kali mendengar kata pagelaran, pasti kalian berpikir
tentang seni. Yah seni, sesuatu yang berhubungan dengan keindahan. Tetapi untuk
mencapainya, kita harus melewati beberapa (rintangan). Rintangan – rintangan
itulah yang membuat kita kesel, bosen, bete. Tapi di sisi lain rintangan itu yang
bikin kita jadi disiplin, punya rasa tanggung jawab, dan ngontrol diri kita
masing – masing. Tapi pagelaran bukan hanya sekedar latihan dan usaha untuk
mempersiapkannya. Tapi pagelaran adalah sebuah kebersamaan, rela berkorban dan
keikhlasan.
Kebersamaan saat kita
latihan, canda maupun duka. Kebersamaan mengajari kita tentang bagaimana kita
berbagi, mulai dari pertama kali latihan
yang awalnya gak bisa, latihan-latihan
yang sering bikin kita capek hati & pikiran, bahkan kita bela-belain di
marahin ortu, lucu. Tapi gak tahu kenapa semua itu bikin kita kangen. Kangen
saat hujan – hujanan bareng, rahatan bareng. Semua itu sudah jadi kenangan yang
tak terlupakan.
Sebelum memulai ceritanya, aku mau ngasih informasi tentang
pagelaran. Pagelaran seni adalah suatu kegiatan dalam rangka mempertunjukkan
karya seni kepada orang lain (masyarakat umum). Di sini SMA N 3 Pekalongan mengadakan
acara pagelaran seni untuk siswa siswi kelas XII untuk pengmbilan nilai seni
budaya. Nah, pagelaran seni tahun ini mengangkat tema kebudayaan Indonesia yang
dikolaborasikan dengan kebudayaan luar, pagelaran ini bisa disebut dengan
culture project. Di setiap kelas mengangkat daerah yang berbeda – beda.
Di kelasku (XII IPA 1) mengangkat daerah jawa yang akan dikolaborasikan dengan dance
hiphop yang berasal dari budaya luar negeri. Ceritanya di sebuah desa yang
damai, mucullah anak-anak muda dari luar negeri. Mereka agak nggak suka dengan
budaya Jawa karena budaya Jawa katanya sih ndeso, nggak modis, katrok, dll.
Warga desa nggak terima dong budayanya di lecehkan. Lalu terjadilah cekcok
antara mereka. Lalu mereka berpikir, kenapa kita nggak gabungin budaya
Jawa dan budaya luar negeri. Dan
akhirnya mereka berkolaborasi dan mereka akhirnya mengerti bahwa setiap budaya mempunyai
makna & keindahan sendiri. That’s it, simple. Kedengarannya sih gampang, tapi
setelah di lakuin susah juga.
Dalam latihan, kita di bagi
dalam 4 komponen, tari Jawa, dance Hiphop, gamelan dan krew. Di sini aku
berperan menjadi penari Jawa. Dulu aku pernah sempet ikut lomba tari Jawa waktu
SD, tapi nggak menang L. It’s okay. Susah-susah gampang, tapi asyik kok J.
Oke, mulai dari pertama kali latihan. Awalnya banyak dari kita yang
nggak bisa atau belum pernah sama sekali nyoba, terutama untuk tari Jawa dan
gamelan. Tapi karena “demi” untuk PAGELARAN, kita ikhlas untuk nyoba,
itung-itung buat pengalaman juga.
Di 4 komponen tersebut, ada 3 pelatih. Siapakah pelatih-pelatih itu
? yang pertama adalah Bu Nani, pelatih Jawa. Orangnya kalem, lembut, keibuan,
seneng aku lihatnya, apa mungkin itu memang kodrat penari Jawa. Yang kedua
adalah mas Tio, gokil, lucu. Yang ketiga adalah Pak Darsono. Lewat mereka, kita
bisa menumbuhkan bakat-bakat kita yang terpendam. Ceileh, bahasanya.
Eh, ada yang ketinggalan. Kita memanggilnya Pak Trinil, sosok
berambut gondrong, kurus, agak kucel, mungkin itu yang tercemin dari seorang
seniman. Beliau yang membantu kita dalam pembuatan properti. Awalnya nggak
percaya, tapi lama kelamaan kita bisa enjoy. Dia orangnya agak keras kepala,
omongannya nggak bisa di bantah. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, kita
bisa atasi itu.
Hari-hari hanya diisi dengan latihan-latihan-latihan-latihan dan
latihan. Semua terkuras oleh pagelaran, entah itu uang, energi, waktu.
Dimarahin ortu, mengorbankan les, waktu untuk belajar pun tak ada. Capek
memang, tapi semua itu demi pagelaran, demi mendapatkan nilai yang disebut
dengan seni budaya.
Pertengkaran pun tak luput dari kami. Entah karena perselisihan
pendapat, karena kerja kerasnya tak di hargai, karena beberapa anak yang kurang
aktif karena nggak nyumbang pendapatnya. Pas di kasih pilihan pada diam, tapi
kalo udah di pilih malah pada protes. Lucu. Itulah manusia, tak luput dari
kesalahan.
Tapi seiring dengan berjalannya waktu kami bisa saling melengkapi,
saling menghargai, saling membantu, dan saat itulah kami merasakan apa yang
dinamakan kebersamaan. Kebersamaan saat susah, senang, tawa. Menyenangkan
memang. Semua kebersamaan itu berawal ketika hujan itu tiba. Ketika rasa capek
& lelah, datanglah sebuah keajaiban dan merubah suasana hati kami. Hilanglah rasa
penat dan berubah menjadi rasa semangat yang bergelora. Hilanglah raut
kelelahan menjadi senyuman. Saling menyipratkan air satu sama lain, berteriak
teriak tak jelas, gurauan & nyanyian yang membuat sakit perut.
Tak di sangka pagelaran tinggal menunggu hitungan hari. Kami sibuk
untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Baju, property, mental, dan tak ada hari
selain latihan, latihan, dan latihan. Capek, penat, lelah, pusing, sakit, tapi
itu kami lakukan untuk suksesnya acara pagelaran ini. Karena pagelaran ini
menyangkut harga diri kelas kami & nama sekolah. Kadang kala kami berpikir,
untuk apa kegiatan ini ? apa manfaatnya ? apa tujuannya ?
Dan hari yang di tunggu-tunggu itu akan tiba. Hari dimana kita
harus mempersiapkan mental. Satu hari menjelang pagelaran tiba, kami latihan
satu hari full untuk memaksimalkan gerakan-gerakan yang belum sempurna. Hingga
akhirnya latihan untuk yang terakhir kalinya usai. Sebelum mengakhirinya, kami
pun berdoa untuk kesuksesan penampilan besok.
Pada malam harinya aku sempat tak bisa tidur. Tak bisa karena
gundah membayangkan besok. Dilihat oleh ratusan mata, gugup, tak ada percaya
diri, malu, minder, kosong, hitam, dan mimpi. Tak kusadari aku terbangun dengan
panggilan azan shubuh. Aku bersiap-siap untuk mempersiapkan sesuatu yang harus
disiapkan.
Sesampainya di sekolah, kami di make up sesuai peran masing-masing.
Seusai make up, aku memastikan keaadan sekitar. Terkesiap, ratusan mata telah
bersiap menunggu menyaksikan penampilan kami.
Rasa-rasa itu pun muncul kembali. Gugup, dingin, tak percaya bahwa
sebentar lagi akan tampil, bingung apa yang harus dilakukan. Hingga suatu pesan
itu teringat.”Tunjukkan semaksimal mungkin kamu bisa, jangan melihat ke bawah,
lihatlah ke atas. Agar dunia ini tahu, kamu bisa melakukannya. Jangan takut,
yakinlah pada dirimu bahwa kamu bisa”.
Hanya pesan itulah yang aku ingat sebelum naik ke atas panggung.
Dan karena pesan itu juga yang membuat aku yakin aku bisa. Ya, untuk pertama
kalinya aku percaya diri tampil di depan banyak orang. Aku bisa melihat lurus
ke depan, melihat mata-mata yang melihatku. Tak ada rasa gugup, apalagi malu.
Kenapa harus malu untuk melakukan hal yang membanggakan ? aku tersenyum.
Penampilan kami cukup memuaskan, itulah pendapat salah satu pelatih
kami. Aku bangga sekali ketika mereka memberikan hormat pada sang merah putih
yang kami junjung tinggi. Bangga karena kami mengangkat sang merah putih, rasa
nasionalisme yang cukup tinggi.
Dan sekarang terjawab sudah atas semua pertanyaan-pertanyaan yang
dulu sering kita ucapkan. Agar kita tahu kemampuan terpendam dalam diri kita
yang belum kita tahu. Dan mungkin tanpa pagelaran pun kita tak akan bisa lebih
mengenal satu sama lain. Pagelaran memang melelahkan, menyebalkan, tapi setelah
kita jalani ada banyak sesuatu yang akan kita temukan di sana. Dan sesuatu itu
tidak akan pernah kita lupakan seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu berguna bagiku......