Tradisi
syawalan atau seminggu setelah hari raya idul fitri di pekalongan sangatlah
unik. Salah satu tradisi yang terkenal sampai di luar daerah adalah tradisi
lopisan atau krapyakan. Tradisi ini dilakukan setiap tahun di daerah krapyak
kecamatan pekalongan utara kota Pekalongan. Warga berbondong-bondong untuk
melihat lopis raksasa yang tiap tahun ukurannya bertambah besar. Pada tahun
ini, lopis ini mempunyai ukuran diameter 150 cm, berat 185 kg dan tinggi 110
cm. Lopis ini biasanya dipotong oleh bapak walikota dan jajaran muspida lalu
dibagikan kepada pengunjung yang datang.
Asal
muasal tradisi syawalan ini adalah sebagai berikut, pada tanggal 8 Syawal
masyarakat Krapyak berhari raya kembali setelah berpuasa 6 hari, dalam
kesempatan ini, mereka membuat acara ‘open house’ menerima para tamu baik dari
luar desa dan luar kota. Hal ini diketahui oleh masyarakat diluar krapyak,
sehingga merekapun tidak mengadakan kunjungan silaturahmi pada hari-hari antara
tanggal 2 hingga 7 dalam bulan Syawal, melainkan berbondong-bondong berkunjung
pada tanggal 8 Syawal. Yang demikian ini berkembang luas, bahkan meningkat
terus dari masa ke masa sehingga terjadilah tradisi Syawalan seperti sekarang
ini.
Pemotongan
lopis ini pertama kali dilakukan pada tahun 1965 oleh bapak Rohmat yang
merupakan kepala daerah setempat. Lopis merupakan makanan yang terbuat dari
ketan yang memiliki daya rekat kuat bila sudah direbus dan dimasak.
Lopis ini melambangkan persatuan dan kesatuan negara indonesia. Lopis ini dibungkus dengan daun pisang, diikat dengan tambang dan direbus selama 4 hari 3 malam. Butir-butir ketan tersebut tidak akan tercerai-berai dan akan tetap menjadi satu kesatuan. Lopis dibungkus dengan daun pisang karena pisang tidak akan mati sebelum berbuah atau dengan kata lain tidak mau mati sebelum berjasa atau meninggalkan sesuatu bagi generasi yang akan datang.
Pembuatan Lopis tersebut menghabiskan dana sebesar 3,5 juta rupiah. Dana tersebut didapatkan dari para donatur dan iuran warga setempat. Lopis ini juga pernah masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai lopis terbesar se-Indonesia.
Lopis ini melambangkan persatuan dan kesatuan negara indonesia. Lopis ini dibungkus dengan daun pisang, diikat dengan tambang dan direbus selama 4 hari 3 malam. Butir-butir ketan tersebut tidak akan tercerai-berai dan akan tetap menjadi satu kesatuan. Lopis dibungkus dengan daun pisang karena pisang tidak akan mati sebelum berbuah atau dengan kata lain tidak mau mati sebelum berjasa atau meninggalkan sesuatu bagi generasi yang akan datang.
Pembuatan Lopis tersebut menghabiskan dana sebesar 3,5 juta rupiah. Dana tersebut didapatkan dari para donatur dan iuran warga setempat. Lopis ini juga pernah masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai lopis terbesar se-Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu berguna bagiku......