KESENIAN SANDOL
DESA
CANDIGARON KECAMATAN SUMOWONO
KABUPATEN SEMARANG
Kesenian merupakan salah satu unsur penyangga
kebudayaan. Bangsa Indonesia memiliki berbagai corak ragam hasil kesenian yang
tersebar di seluruh pelosok tanah air sebagai warisan budaya nenek moyang.
Hasil kesenian itu mencakup berbagai jenis antara lain : seni rupa, seni musik, seni tari, seni sastra, dan seni drama. Kesenian yang dimiliki bangsa
Indonesia mempunyai kedudukan penting dalam masyarakat, baik bagi kelompok
maupun individu. Kesenian tradisi merupakan suatu kerja kreatif yang tidak
sekedar mengedepankan unsur hiburan atau produk fisik kebudayaan semata, namun lebih
diartikan sebagai sutau penanda atau produk fisik kebudayaan daerah. Kesenian
tradisi merekam dan menjelaskan ulang problem-problem lokal dan cirinya
masing-masing dan berujung pada suatu upaya penggalian nilai-nilai etis atau
kearifan lokal.
Setiap daerah di
Indonesia mempunyai kesenian dengan ciri-ciri khusus yang berfungsi menunjukkan sifat-sifat etnik
daerahnya. Jawa Tengah kaya akan jenis kesenian tradisi yang tersebar di
seluruh pelosok desa yang memiliki corak dan ciri yang berbeda sesuai dengan
kondisi sosial budaya daerah masing-masing.
Diantaranya adalah kesenian sandol dari desa candi garon kecamatan sumowono
kabupaten Ungaran. Tujuan KKL Program Magister Pendidikan Seni S2 UNNES ini antara lain menggalakkan kesenian Sandol
yang hampir punah, dimana kesenian rakyat ini
merupakan pitutur yang menggambarkan
kehidupan sehari-hari
masyarakat sekitar. terdapat beberapa pembabakan cerita yang disajikan dalam kesenian rakyat ini, yaitu;
1). Badut
mendung (cerita
yang menggambarkan kondisi cuaca
dengan arah mata angin dalam konsep macapat jawa/dewana wasanga).
2).
Badut
Pikat (cerita
yang menggambarkan realitas
alam dan kandungan alam)
3).
Badut Sunthi
(cerita yang menggambarkan kehidupan berkeluarga dalam
tatanan budaya jawa)
4).
Badut
Sawahan (cerita
yang menggambarkan proses
bercocok tanam padi sampai masa panen)
Dalam pembabagan tersebut terdapat makna yang tersirat
oleh beberapa pitutur yang didialogkan antara pemain dan dalang yang bertugas
sebagai pengatur dialog yang secara tidak langsung terjadi unsur-unsur tanda
dari perpaduan latar belakang panggung (background)
dan jalannya cerita sandol. Berikut ini beberapa realitas yang tertagkap oleh
penulis pada kesenian sandol desa Candigaron Kecamatan Sumowono Kabupaten
Ungaran terkait dengan unsur Rupa;
1. Latar belakang Pementasan (background)
Gambar 1. Pemandangan alam pedesaan dan latar dalam rumah pedesaan
Tema yang di usung oleh kesenian sandol merupakan ungkapan
kehidupan masyarakat pada umumnya termasuk ungkapan dialog, canda dan kehidupan keluarga terangkum dalam
lingkungan masyarakat pedesaan hal ini menjadi faktor terpilihnya lukisan
pemandangan alam pedesaan dengan hamparan persawahan dan gunung sebagai latar
sebagai ciri khas suasana alam pedesaan serta setting rumah kampung terbuat
dari bambu yang menguatkan citra pedesaan sebagai latar cerita kesenian tersebut.
2.
Pembabagan dari kesenian sandol Candigaron.
a. Badut mendung
Gambar 2. Penari menggelar kacu (sapu-tangan)
Badut mendung terdiri dari 1 orang penari dengan kostum lengkap;
irah-irahan, baju rompi, sabuk cinde, celana panjen, kalung kace, post deker,
epek timang, bara, samir, kancut, selendang/sampur. Cerita dibalik badut
mendung adalah tarian rakyat dalam rangka meminta hujan kepada Tuhan dan alam
semesta.
Gerakan tangan penari yang memegang kedua ujung
sapu-tangan memberikan makna membacakan pembabagan, sapu tangan sebagai simbol
kitab suci sebagai panutan manusia dalam menjalankan semua aktifitas
kehidupannya.
Gambar 3. Penari menggelar kacu (sapu-tangan) sambil setengah jongkok serta meliukkan tubuhnya
ke kanan dan kekiri
Gerakan tangan penari yang memegang kedua ujung
sapu-tangan sambil setengah jongkok serta meliukkan tubuhnya ke kanan dan
kekiri memberikan makna dimulainya perjalanan kehidupan yang harus dilakukan
oleh setiap mahluk hidup yang berada di alam semesta.
Gerakan tarian
pembabagan badut mendung dilakukan
secara repetitif hanya dengan menggerakkan tubuh sambil memegang kacu sehingga gerakan tersebut menjadi
monotone, tidak berkembang dan cenderung membosankan, terdapat 4 gerakan dasar
dalam pembabagan badut mendung ini,
penari dalam meliukkan badannya menghadap ke empat penjuru arah mata angin
barat, utara, timur, selatan yang dimaknai sebagai penghormatan terhadap
kekuatan alam tempat masyarakat menggantungkan hidup. Simpulan penulis terdapat
pesan filosofis dalam adegan badut
mendung yaitu manusia dan alam harus
hidup saling berdampingan sebagai sebuah harmoni yang saling membutuhkan.
b. Badut Pikat
Gambar 4. Penari mengambil posisi masuk adegan pembabagan
badut mikat
Badut mikat terdiri dari satu orang penari yang
diperankan oleh laki-laki dengan kostum lengkap dengan irah-irahan, baju rompi,
sabuk cinde, celana panjen, kalung kace, post deker, epek timang, bara, samir,
kancut, selendang/sampur. Cerita di balik tarian dari badut mikat adalah
perwujudan dari seekor burung, Semua perwujudan dari burung tersebut sebenarnya
memiliki arti tersendiri yakni perwujudan dari sang matahari yang menghadap ke
timur (ngetan dalam istilah jawa) adalah arah terbitnya matahari yang bisa
digambarkan dengan warna putih, dengan rangkaian tarian menghadap ngetan,
digambarkan dengan perwujudan burung kuntul, dan dalam penanggalan jawa masuk
ke (legi). Kemudian untuk arah ngidul matahari tepat diatas sehingga kondisi
langit sedang berada pada titik panas tertinggi, oleh karena itu di gambarkan
dengan warna merah dan perwujudan dari burung wulung, serta dalam penanggalan
jawa masuk ke (paing). Ngadep ngulon berarti posisi matahari terbenam sehingga
warna yang digunakan adalah warna kuning, perwujudannya adalah seekor burung
pudang, dan dalam penanggalan jawa masuk ke (pon). Untuk arah ngalor,
diwujudkan dengan gambaran burung gagak karena posisi matahari tepat sudah
terbenam dan kondisi yang petang, warna yang mewakilinya adalah hitam, dan
dalam penanggalan jawa masuk ke (wage), yang terakhir arah tengah, arah tengah dalam penanggalan jawa masuk ke (kliwon).
Warna yang ada adalah warna campuran, semua warna bisa digunakan, dengan
perwujudaan burung blorok. Arah tengah di sini dimaksud adalah perwujudan dari
bumi, dibumi ada berbagai macam warna dan isinya, sehingga warna yang digunakan
warna campuran.
Penari posisi jongkok dengan kaki kanan ditekuk rata
tanah menahan tubuh serta pergelangan tangan kiri di taruh diatas tungkai kaki
sebelah kiri berbeda dengan pembukaan gerakan pada sesi badut mendung di badut
mikat ini penari bergerak lebih bebas seakan tidak ada pakem gerakan, sehingga penari hanya bergerak sesuai irama ketukan
musik yang dimainkan tetapi jika di iamati secara seksama penulis menemukan
persamaan pemaknaan yang terkait dengan simbol kacu yang menggambarkan kitab suci atau semacam buku panduan dalam
menjalani hidup terdapat pula dalam gerakan badut mikat yang digantikan dengan
posisi telapak tangan kanan yang membuka pada saat awal pembabagan dimulai
dengan posisi kepala penari sesekali di geleng melihat ke arah telapak tangan
kiri tersebut, sehingga penulis berasumsi bahwa masih ada semacam keterkaitan
gerakan yang di-review (putar ulang)
dari pembabagan badut mendung .
Gambar 5. Penari melakukan dialog dengan dalang
Cerita badut mikat
adalah perwujudan dari seekor burung, Semua perwujudan dari burung tersebut
sebenarnya memiliki arti tersendiri yakni perwujudan dari sang matahari yang
menghadap ke timur (ngetan dalam
istilah jawa) adalah arah terbitnya matahari yang bisa digambarkan dengan warna
putih, dengan rangkaian tarian menghadap ngetan, digambarkan dengan perwujudan
burung Kuntul, dan dalam penanggalan
jawa masuk ke (legi). Kemudian untuk arah ngidul
(selatan) matahari tepat diatas sehingga kondisi langit sedang berada pada
titik panas tertinggi, oleh karena itu di gambarkan dengan warna merah dan
perwujudan dari burung Wulung, serta
dalam penanggalan jawa masuk ke (pahing). Ngadep
ngulon berarti posisi matahari terbenam sehingga warna yang digunakan
adalah warna kuning, perwujudannya adalah seekor burung Podang, dan dalam penanggalan jawa masuk ke (Pon). Untuk arah ngalor (Utara), diwujudkan dengan gambaran
burung gagak karena posisi matahari tepat sudah terbenam dan kondisi yang
petang, warna yang mewakilinya adalah hitam, dan dalam penanggalan jawa masuk
ke (wage), yang terakhir arah tengah, arah tengah dalam penanggalan jawa masuk ke (kliwon).
Warna yang ada adalah warna campuran, semua warna bisa digunakan, dengan
perwujudaan burung Blorok. Arah
tengah di sini dimaksud adalah perwujudan dari bumi, dibumi ada berbagai macam
warna dan isinya, sehingga warna yang digunakan warna campuran.
c. Badut Sunthi
Gambar 6. Adegan penari badut dan sunthi yang mengawali
pertemuan sepasang kekasih
Badut
dan sunti ini terdiri dari 2 orang, yang terdiri laki-laki dan perempuan. Yang
artinya kekeluargaan, cerita tersebut mencoba memaparkan cerita dalam
tariannya, suami istri yang berpisah dalam waktu lama kemudian saling mencari
dan akhrinya bertemu lagi.
Dalam adengan badut
sunthi penari laki-laki melakukan adengan gerakan tarian yang sama dengan badut mikat artinya tidak ada gerakan pakem (aturan baku), sehingga praktis
penari hanya bergerak/menari berdasarkan alunan musik yang di mainkan. Seperti
gerakan melambaikan tangan tetapi di posisi badut sunthi penari laki-laki
membawa kembali kacu sebagai bagian dari makna simbolik yang ingin disampaikan
kepada penikmat seni pertunjukan.
Badut sunti ini yang diperankan oleh dua orang, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Cerita pada badut sunthi yang artinya kekeluargaan, cerita tersebut mencoba
memaparkan cerita perjalanan pertemuan sepasang kekasih, sampai menjadi suami
istri, memiliki keturunan yang kemudian terjadi masalah lalu berpisah dalam
waktu lama kemudian saling mencari dan akhrinya bertemu lagi.
Hal ini di jelaskan dengan dialog-dialog yang menggambarakan terpisahnya badut
sunthi kemudian
sampai dipertemukanya kembali.
d. Badut Sawahan
Gambar 7. Kostum penari badut sawahan (buruh tani)
Pertunjukan badut sawahan diperankan oleh 7 orang
diantaranya 5 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Badut sawahan ini
menggambarkan kehidupan bertani dari proses menanam padi sampai dengan panen.
Kostum terdiri dari irah-irahan, baju rompi, sabuk cinde, celana panjen, kalung
kace, post deker, epek timang, bara, samir, iket kepala, rambut palsu, kancut,
selendang/sampur, topi, dan cangkul.
Badut sawahan diperankan
oleh beberapa penari, dua orang buruh tani satu ndoro (majikan) dan ndoro
putri (majikan perempuan. Pada badut sawahan terdapat
gerakan tari yang menggambarkan para petani sedang mencangkul, menanam dan
memanen padi. Terdapat pula dialog yang menjelaskan seorang yang menyuruh para
petani untuk menggarap sawahnya agar ditanami padi sampai hasil tanamanya
dipanen. Hal ini jelas bahwa badut sawahan ini menggambarkan kehidupan proses bercocok
tanam padi sampai dengan musim panen.
Hasil Penggalian
Data Lapangan Aspek Visual dan Pemaknaan Kesenian Sandol
Tehnik :
Wawancara
Narasumber : 1. Bp. Prayono (60 tahun)
(Ketua
Grup Kesenian Sandul ‘Langen Sekar Bekso Dusun Candi Garon)
2. Bp. Siswandi (62 tahun)
(Pelaku Kesenian Sandul Dusun
Semanding)
Aspek-aspek visual pada kesenian sandul, meliputi
tata-rias kostum (busana), terdiri dari:
1.
Irah-irahan
Gambar 8. Irah-irahan (ikat kepala)
Bentuk
irah-irahan yang terdapat pada kesenian sandul semuanya memiliki bentuk
geometris dengan motif pilin (pola
hias lengkung menyerupai huruf s) dan tumpal
(pola hias menyerupai gunungan dengan bentuk segi tiga yang tersusun secara simetris).
Warna yang terdapat pada irah-irahan mayoritas kombinasi warna hitam, kuning,
hijau, jingga, dan minoritas warna biru dengan ungu sebagai tambahan
penghiasnya. Fungsi dari
irah-irahan itu sendiri selain sebagai penghias, juga sebagai mahkota dan penutup
kepala. Menurut pengakuan nara sumber bentuk irah irahan tersebut tidak dicipta
dengan pemaknaan simbolik sehingga proses mendapatkannya melalui cara pemesanan
pada sanggar pada kesenian sejenis didaerah sekitar sumowono sehingga kuat
dugaan bentuk irah irahan tersebut memberikan simbol lain dari kesenian sejenis
atau bahkan tidak memiliki makna sama sekali selain sebatas motif sebagai
fungsi hias.
2.
Baju Rompi, Sabuk Cinde, Celana Panjen
Gambar 9. Baju
Rompi, Sabuk Cinde, Celana Panjen
Pada
baju rompi dan celana panjen memiliki bentuk motif sulur tumbuhan dan
daun-daunan yang berasal dari bentuk stilasi tumbuhan dengan kombinasi
unsur titik-titik antara daun dan sulur.
Warna yang terdapat pada baju rompi, sabuk cinde, celana panjen didominasi
warna warna merah menyala yang mempunyai kesan elegan bila di pakai oleh
seorang lelaki dengan tambahan motif yang berwarna emas. Bentuk motif pada
sabuk cinde menggunakan motif geometris yang digambarkan susunan bunga seperti
bentuk bungan ronce yang dipakai dalam upacara pernikahan adat jawa.
Fungsi dari sabuk cinde sebagai penghias kostum agar terkesan luwes dan
menyatu diantara bagian atas dan bawah. Sedangkan dari perkembangan tahun ke tahun baju rompi, sabuk cinde, dan celana panjen
tidak mengalami perubahan baik segi warna maupun bahan yang dipergunakan, ini
disebabkan oleh tidak ada makna pakem
(susunan/tatanan) dalam pemilihan warna yang dipergunakan. Berdasarkan data
wawancara yang diperoleh warna dalam atribut pakaian bersifat fleksibel atau luwes sesuai dengan
pembahasan diatas. Hal ini jika
di-kaitkan dengan estetika rupa
perpaduan warna dasar merah memiliki kesan gagah jika dikaitkan dengan pemakai
kaum laki-laki sedangkan warna kuning keemasan pada hiasan telah memberikan
kesan anggun, kemapanan, derajat pemakainya sehingga warna dan pola hiasan
tersebut di-duga membawa pesan kepada masyarakat mengenai nilai kehidupan akan sandang (kemampuan akan memenuhi
kebutuhan hidup sekunder).
3.
Kalung kace, deker, Epek timang, Bara,
Samir
Gambar 10. Kalung
kace, deker, Epek timang, Bara, Samir
Bentuk dari kalung kace, deker, epek
timang, bara samir memiliki motif bunga. Warna yang terdapat pada hiasan
tersebut memiliki dominasi warna hitam, dan kuning emas. Motif bunga dan tanaman yang di tampilkan
di-duga di ambil dari tanaman bunga sekitar yang di budidayakan oleh sebagian
masyarakat desa candi garon sebagai salah satu mata pencaharian. Sehingga
dimaknai sebagai bentuk informatif melalui simbol tentang bentuk kehidupan
masyarakat desa candi garon dan mata pencaharian mereka sebagai petani.
Berbeda bentuk yang terdapat pada ikat kepala memiliki
bentuk geometris dengan motif pilin. Dominasi warna yang digunakan adalah warna
dasar hitam dan putih pada pola hias.
dengan warna putih berada dipinggiran ikat kepala dan warna hitam berada
di tengah-tengah yang tersusun menjadi warna kontras. Ikat kepala tidak
memiliki makna khusus di sebabkan motif yang terdapat di kain ikat kepala
tersebut bermotif batik parang rusak yang banyak di temui didaerah sekitar
pengrajin batik solo, jogja dan pekalongan sehingga kuat dugaan ikat kepala
hanya sebagai bentuk penyesuaian kostum.
Gambar 11. Kacu
Bentuk
yang terdapat pada kacu/sapu tangan memiliki bentuk geometris segi empat
memiliki makna simbolis sebagai kitab suci yang nantinya diperagakan pada saat
pementasan tarian sandul yang seakan-akan di bawa dan di-bacakan dengan
penyesuaian syair, warna merah dan biru tidak memilki arti khusus sehingga kacu
yang dipergunakan bisa saja bermotif dan berwarna lain, untuk motif yang
terdapat pada kacu/sapu tangan tidak ada atau polosan.
Berdasarkan realitas data yang terekam pada kesenian
sandul desa candi garon kecamatan sumowono kabupaten bandungan maka kami
berasumsi bahwa perlengkapan kostum kesenian sandul merupakan adaptasi kostum
kesenian sejenis yang hanya dipakai apa adanya tanpa ada upaya dalam memberikan
makna simbolik yang mewakili bentuk kehidupan masyarakat desa candi garon. Sedangkan
atribut pelengkap yang memang memilki nilai simbolik hanya berupa kacu/sapu
tangan sebagai simbol kitab suci yang diperagakan pada saat tarian sandul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu berguna bagiku......